Ayunan Malam "Single Fighter" Hino 10 Baut
Perjalanan dinas hampir habis masanya, hingar bingar ibukota sudah merayu untuk ditempati kembali, sekarang waktunya bersiap meninggalkan kota yang memiliki lembu emas di dalam kratonnya. Kepulangan kali ini tak lagi dipusingkan naik armada apa, karena hot seat sudah diamankan oleh mas adil untuk dapat mengucapkan selamat pagi ibukota esok hari. Sebelum jam kepulangan, aku dan mas adil mencari sesuap makanan sembari menunggu pemberangkatan, dan hanya bermodalkan Rp 8.500,00 sudah dapat menebus ayam geprek kumlud dengan 8 cabe dan es teh manis ukuran jumbo, sangan direkomendasikan buat kalian yang sedang kelaparan, selain murah tempat makan ini mempersilahkan konsumennya mengambil nasi sesuka hatinya, letaknya pun tak jauh dari UNS, jadi wajar bila digandrungi para mahasiswa setempat, mengingat harga yang juga sepadan dan amat bersahabat dengan nasib kantong mahasiswa.
Pukul 14.45 Tiba di Tirtonadi, setelah urusan perut dan mengambil salin di kosan mas adil terpenuhi. Aku langsung menghampiri agen bis untuk menukar tiket kepulangan, lalu menuju ruang tunggu keberangkatan ditemani mas adil. Terminal Tirtonadi memang terminal idaman menurutku, ruang tunggu yang nyaman dilengkapi hiburan lcd tv, stop kontak untuk mengisi daya gadget para penumpang, kios penjaja makanan dan minuman yang terjejer rapi, agen yang ramah, toilet gratis dan tentunya keadaan terminal yang bersih menambah lengkap terminal percontohan di Indonesia. Setelah 20 menit berselang, akhirnya sang agen menghampiriku karena bis sudah siap di tempat keberangkatan, aku pun berpamitan dengan mas adil sebelum memasuki kabin bis, dan bis ini menjadi bis eksekutif keberangkatan pertama dari tirtonadi. Aku pun disapa dengan senyum ramah supir dengan perawakan gemuk, berkulit gelap dan berambut keriting ketika baru selangkah memasuki kabi, sekat pintu pun kubuka dan langsung menaruh tas diatas kabin tertutup layaknya maskapai penerbangan. Pukul15.10 bis sudah meninggalkan terminal tirtonadi, dengan kode bis 6, kelas executive ini dipacunya dengan halus dan menjanjikan. Sejenak bis ini berhenti di Jl. Ahmad Yani, tak jauh dari tirtonadi hanya untuk mengambil paket barang yang menjadi vitamin bagi para crew kali ini. Oiya lupa memberitahu perihal armada apa yang kutumpangi saat ini, aku memilih untuk menjajal Kramat Djati kelas eksekutif dengan trayek Ponorogo-Jakarta demi mengusung tema kenyamanan pada perjalanan kali ini,
dan itu terbukti dari keramahan crew dan juga pembawaan sang juru kemudi yang halus ditambah mesin Hino terbaru RN285 air suspension yang membuai seluruh penumpang dengan kenyamanannya. Sepanjang jalan Solo-Boyolali, bis ini melaju dengan cukup santai dan stabil diantara 60-70km/jam, crew mulai membagikan snack berisi roti dan air mineral di sekitar Kartosuro. Bis ini tidak masuk terminal Kartosuro dan langsung josss, karena mungkin tidak ada pundi penumpang yang berhasil terkumpul di terminal tersebut. Perjalanan hingga Boyolali cukup ramai oleh bis-bis AKAP yang sudah melaju menuju arah barat, dengan balutan RN baut 10, Kramat Djati ini dengan lihai melewati beberapa bis didepannya, terhitung Rosalia Indah livery garis, Laju Prima SR1, Handoyo berwarna orange, Purwo Putro, New Ismo dengan sticker 1512, Laju Prima berbodi markopolo, Tunggal Dara berbodi revolution dan SSM berbodi ventura diasapi dengan mudahnya, dan seakan mengetes kualitas rem Hino supir pun melakukan rem paku ketika hendak memasuki terminal Boyolali yang disebabkan oleh truck didepannya berhenti mendadak, bersyukur rem Hino 10 baut ini cukup mumpuni dan terbilang aman dan nyaman, supir ini memang tau cara memperlakukan Hino pabrikan baru tersebut.
Pukul 15.50 memasuki terminal boyolali, sudah nampak Kramat Djati kelas VIP dan juga Gajah Mungkur. Bis ini berhasil menambah satu penumpang di terminal ini. Setelah 10 menit, bis kembali melanjutkan perjalanan, bis masih dikendalikan supir pinggir hingga sampai pos tingkir Salatiga, setir kemudi pun berpindah ke supir tengah yang berparas lebih muda, kurus dan berambut mohawk, nampaknya pedal gas akan dibejek lebih dalam singgasana supir tengah ini, namun apa yang terjadi?ternyata ekspektasiku berlebihan, justru bis ini melaju lebih lambat dan tidak bergairah, bis yang berhasil dilewati sebelumnya pun seakan melakukan aksi balas dendam dan bis 6 ini tak dapat berbuat banyak, aku pun hanya bisa bersabar melihat bis ini diperdaya dengan mudahnya dan kembali mengingat niat awal yang mengincar kenyamanan bukan kecepatan. Seakan menghiburku, crew yang perawakannya sangat mirip dengan kasino ini mulai membuka 2 lcd tv yang tersedia, dan memutar film “The November Man”, dan keputusan crew memutar film saat ini merupakan hal yang amat tepat. Suguhan film, senja yang syahdu, dengan alunan bis yang melaju santai, serta ditambah bis sudah mulai memasuki tol bawen dan dapat merasakan panorama senja tol bawen sekaligus melihat kota Semarang dari atas tol dengan indahnya.
Pukul 17.40 lepas tol krapyak, krapyak sore ini didominasi oleh bis asal solo, wonogiri dan masih tidak ada tanda-tanda dari pasukan Muriaan, jelas saja seperti itu karena pastinya Militan Muria masih bersolek di terminal Kudus atau masih mengais penumpang di daerah Jepara-Kudus. Baiklah, sang kemudi masih tetap dengan gaya alon-alon asal klakon dan tak berniat sedikitpun untuk menambah kecepatan, bis ini pun ngekress dengan Bejeu B18 yang menuju arah timur, wah ternyata armada mas kris ditugaskan untuk armada puter balik PG, tumben ya mantan ekse rawamangun itu jadi armada capek. Memasuki Jrakah terlihat Rosalia Indah dengan balutan Evonext bertrayek Madiun-Jakarta mogok ditepi jalan, entah apa masalahnya yang jelas bis ini mengacuhkannya dan tetap melaju santai. Melewati Mangkang, sang juru kemudi mengulurkan tangan kanannya keluar dan “wuuuussss” disambar gengaman tangan si supir oleh dishub terminal, ya supir ini hanya ngemel tanpa harus masuk terminal, karena yang terpenting bagi dishub setempat, membayar retribusi terminal bukan masuk terminalnya, demi memangkas waktu yang terbuang jika harus masuk terminal.
Pukul 18.00 mulai memasuki jalan Mangkang-Kendal, rintik hujan mulai turun bahkan berubah menjadi hujan deras ketika memasuki daerah Kendal. Lagi dan lagi kesabaranku diuji, KD yang memilih jalur kanan dengan kecepatan santai namun dengan mudahnya diblong berjamaah oleh 1 Laju Prima, 2 Gunung Harta, 2 Garuda Mas, 1 Tunggal Dara, dan 1 GMS, #yangtenang ya kak, melihat aksi itu aku pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya kembali berharap jiwa muda sang juru kemudi menunjukan tajinya.
Mulai memasuki daerah Subah, kali ini ditemani oleh Laju Prima berbodi markopolo, kali ini sang supir sedikit melakukan perlawanan, aksi saling temple pun terjadi namun tetap dalam kecepatan wajar. Ketika keadaan dinilai menarik menurutku, sang juru kemudi melakukan hal yang tak pernah kutemui ketika menjajal bis pantura, ditarik tuas porsenelingnya menuju netral dan dilepaskannya pedal gas, supir hanya berpandang santai kedepan dan tak ada rasa khawatir ketika melakukan aksi tersebut, otomatis Laju Prima tadi hanya menjadi baying-bayang yang semakin pudar di temaram pantura yang berubah menjadi kelam, aku pun tak habis pikir dan ternyata Kramat Djati ini mengusung netral mania layaknya beberapa pemain priangan timur, padahal jika diusut dari faktor keamanan, aksi netral pun dinilai tidak cukup aman, karena dapat mengakibatkan mesin bis mati secara tiba-tiba dan membahayakan supir dan seluruh awak didalamnya.
Sepanjang jalan yang mendayu di daerah Subah, bis ini tetap dengan gaya netralnya dan baru menghilang ketika memasuki Pekalongan. Keluar kandang macan masuk kandang singa, keadaan seakan sama saja, ketika gaya netral ditinggalkan, bis ini kembali melaju santai seperti semula, dan hasilnya? Ketika di Pekalongan bis ini berhasil dikowok oleh Garuda Mas “Ompol Dewo”. Pekalongan belum mempersilahkan para actor pantura untuk melewati daerah kota, maka para bis malam pun memilih lurus melewati lingkar luar kota. Papan penutup rel kereta api memberikan istirahat sejenak, terlihat KD 81 yang berada didepan untuk mengantri melewati palang rel kereta api.
Pukul 20.55 masuk Pemalang, Kramat Djati ini mulai menaikan kecepatannya guna menyeimbangi KD81 didepannya dan konvoi berdua. “Wuuuussssss” sekelebat bis berwarna hijau berhasil merusak keharmonisan duo Kramat Djati yang sedang konvoi, rupanya didepan Gerbang Selamat Jalan Pemalang, Royal Safari eks Zentrum livery hijau bermesin RK8 berhasil mempermalukan dua saudara kandung ini sekaligus. Melihat aksi tersebut, akhirnya dua bis ini tak mau kalah, aksi tempel pun terjadi, sempat ditinggal jauh oleh Royal Safari dan KD81 karena pasukan truck yang menghadang, akhirnya “Single Fighter” ini kembali meramaikan aksi tempel antara kedua perusahaan otobis. Ketiga bis ini tak mau kalah, dan kali ini sang juru kemudi menunjukan jati dirinya, sempat tertahan karena ada razia didepan mall Sri Ratu yang membuat laju bis ini melambat.
Selepas razia, bis ini kembali dibejek dalam-dalam pedal gasnya tanpa ampun, jurus stick tipis pun dilancarkan dan akhirnya KD81 dan Royal Safari berhasil dilibas dengan mudah. Konvoi pun dipimpin oleh bis 6, namun sang supir mempersilahkan KD81 untuk mendahuluinya dan “freeenggg” bunyi klakson dari supir KD81 menandakan terima kasih telah diberi jalan, namun bis ini tidak member jalan kepada Royal Safari dibelakangnya, bis pun kembali melaju dengan kecepatan yang meyakinkan.
Pukul 21.45 memasuki Brebes, jalan kembali tersendat, dan “ caaasssss” sang supir memilih buka jalur untuk menyingkat waktu, aku pun tersenyum dibuatnya,
supir ini pun mengobati kekecewaan yang dibuatnya selama perjalanan dari Salatiga hingga Subah lalu. Ternyata lagi-lagi penyebab kemacetan adalah truck yang kebanan di kanan jalan, dengan aksi ini aku pun bisa melambaikan tangan dengan puas ke arah kiri dengan jejeran bis yang terjebak disisinya. Bis 6 konstan dengan kecepatan 80-90km jam, dan mulai memasuki daerah Tanjung, rintik hujan mulai membasahi aspal, namun supir tak juga menurunkan kecepatannya, justru melakukan aksi mosak masik untuk mengelabui pasukan pelangi dan juga si mozilla Rosalia Indah.
Pukul 22.50 tol Ciperna disapa dengan banternya, Pahala Kencana dengan bodi rombakan selendang setra dikombinasikan dengan lampu jetbus, dipacu dengan sama banternya. Awalnya bis 6 ini tertinggal cukup jauh, karena si Hino baut 10 ini harus mengurut kecepatannya dari awal, tak seperti adiknya si RK dan RG yang dengan mudah mencapai kecepatan 80km/jam dalam sekejab, akselerasi yang dihasilkan Hino RN ini mirip dengan pabrikan Eropa yang harus bersabar untuk mencapai kecepatan tertinggi. Perlahan namun pasti, Hino RN ini akhirnya dapat menyentuh angka 100km/jam, dan dilibasnya tanpa perlawanan PK berbodi rombakan jetset tadi, tak hanya itu Laju Prima, Kramat Djati dan Dewi Sri pekalongan pun berhasil dijinakkan.
Bis berhasil keluar tol Ciperna-Plumbon, dan masih konstan dengan kecepatan tingginya, dari kejuhan Pahala Kencana berbodi rombakan jetset pun siap mendekati, akhirnya PK tersebut berhasil sejajar. Ketika berjalan sejajar kedua supir pun mematikan lampu utama dan PK memberikan kode dim dan klakson tanda terima kasih dan mendahului, cukup sopan dan sportif cara mendahuluinya. Akhirnya bis 6 ini membuntuti PK jetset didepannya, dan konvoi berdua tanpa ada yang bisa mengganggu dan mengimbangi kekompakan kedua bis beda perusahaan ini.
Memasuki daerah Indramayu, aku pun mengibarkan bendera putih tanda mata ini menyerah dan butuh asupan istirahat, aku pun merengkuh bantal dan menarik selimut yang telah disediakan. Tidur ini hanya bertahan beberapa saat, ketika terbangun raga ini tersadarkan bis sudah memasuki tol cikampek, dan kulihat dibalik sekat kedua supir bis bertukar posisi namun bis tetep berjalan dengan jarum speedometer mencapai 60km/jam, akhirnya aksi yang selama ini kudengar dari mulut ke muluut saja, ini kulihat secara jelas dengan kasat mata, aksi tukar kemudi dengan membiarkan bis tetap melaju merupakan salah satu ciri khas bis malam. Selepas melihat aksi tadi aku kembali tertidur, dan mata melilir kembali ketika bis menurunkan penumpang di daerah Cikarang, terhitung empat penumpang turun di daerah ini.
Pukul 03.00 dinginnya pagi dengan bulir hujan yang cukup deras mengiringi bis ini melipir di Pinang Ranti, aku pun turun dengan enam penumpang lainnya, tak lupa kuucuapkan terima kasih kepada seluruh crew didepan kabin sebelum menuruni anak tangga bis. Aku melanjutkan sisa perjalanan dengan angkot guna mencapai rumah. Terima Kasih kepada seluruh crew Kramat Djati “Single Fighter” atas ayunan malam nan lembut dalam membabat aspal pantura, terima kasih pula kepada “raja karcis” mas adil dan juga agen bis Kramat Djati terminal tirtonadi. Kalian Luar Biasa. Terima Kasih ya Allah atas nikmat bis malam yang telah engkau berikan.
lieur bacanya
ReplyDeleteMakanya piknik
Delete